Seiring dengan meningkatnya subsidi dan pendapatan riil, konsumen dapat mencapai tingkat keseimbangan baru yang lebih tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh perpindahan titik keseimbangan ke kurva kepuasan yang lebih tinggi, di mana mereka mampu mengakses lebih banyak barang dan jasa tanpa mengorbankan pilihan konsumsi lainnya.
“Dengan daya beli yang lebih besar, konsumen memiliki kesempatan untuk menikmati kombinasi konsumsi yang lebih optimal, sehingga meningkatkan tingkat kepuasan atau utilitas mereka,” tuturnya.
Bagaimana dengan masa Prabowo-Gibran?. Jika merujuk pada visi-misi Prabowo yang menekankan pada kemandirian pangan dan energi, kemungkinan besar subsidi akan difokuskan pada sektor pertanian dan industri dalam negeri.
Subsidi pupuk dan bantuan kepada petani serta nelayan berpotensi ditingkatkan. Selain itu, ada kemungkinan subsidi energi tetap diberikan dengan skema yang lebih selektif agar tepat sasaran. Namun, terdapat kebijakan kontroversial, yaitu ‘Efisiensi Anggaran’.
Pada awal implementasinya, kebijakan ini menuai pro dan kontra. Salah satu dampaknya adalah pengurangan jam layanan Perpustakaan Nasional. Meski akhirnya kebijakan direvisi dan dibatalkan, namun tetap memunculkan kontroversi.
“Salah satu dari banyak kontroversi yang muncul dan mencengangkan adalah penurunan anggaran program pengembangan prestasi dan talenta di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah mengalami pemangkasan drastis dari Rp 408,3 miliar menjadi Rp 57,3 miliar, atau turun Rp 350,9 miliar,” ucap Nazmy.