Mekanisme ini sebenarnya bertentangan bahkan pelanggaran terhadap aturan, akan tetapi Bawaslu bersama KPU dapat memaklumi ini karena berada di posisi tidak normal, sehingga perlu ada pembatasan terhadap pemasangan gambar tertentu.
“Kami pernah bertemu warga yang sudah Coklit, sebagian stiker ditempel dalam rumah, ada juga hanya disimpan, mereka menghindari persoalan di negara orang,” bebernya.
Pendataan pemilih bagi warga bermukim di luar teritorial wilayah Indonesia, tidak mungkin harus sesuai aturan, jangan sampai hal bersifat teknis prosedural dan administratif mengalahkan hak substansi warga Indonesia dalam mendapatkan hak politiknya.
Kebijakan dalam penerapan aturan Coklit perlu dilakukan dalam rangka menyelamatkan hak politik seseorang, sebab jika keberadaan orang-orang tersebut tidak di data, maka dapat berpotensi masalah ketika warga itu menuntut hak politiknya.
“Bahaya kalau tidak di data, kita takutnya nanti mereka datang waktu hari pencoblosan Pilkada meminta hak politiknya. Mereka berhak memilih karena memiliki KTP dan Kartu Keluarga,” jelasnya.
Yusran meminta petugas Pantarlih sebisa mungkin mendata semua penduduk Indonesia yang berhak mendapatkan hak memilih, soal nantinya datang atau tidak menyalurkan hak memilihnya di hari pencoblosan urusan warga itu sendiri.
Jika tahapan Coklit telah terlaksana dengan baik, tinggal tugas KPU dan Bawaslu untuk mensosialisasikan dan mendorong partisipasi masyarakat menggunakan hak politiknya pelaksanaan Pilkada serentak 2024.