قْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ. خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ. اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ. الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ. عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
Artinya, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Adapun Lailatul Qadar merujuk kepada malam diturunkannya Al-Qur’an dari Lauhil Mahfudz ke Baitul Izzah atau langit dunia. Dikisahkan bahwa pada malam itu langit menjadi bersih, tidak nampak awan sedikitpun, suasana tenang dan sunyi, tidak dingin dan tidak panas.
Terkait proses diturunkannya Al-Qur’an pada Lailatul Qadar, para ulama berbeda pendapat. Dhamir “hu” atau kata ganti yang merujuk kepada Al-Qur’an dalam ayat pertama surat Al-Qadr, apakah Al-Qur’an yang dimaksud dalam ayat itu adalah keseluruhannya, artinya Allah swt menurunkan Al-Qur’an sekaligus dari Lauhil Mahfudz ke Baitul Izzah (langit dunia) pada malam Lailatul Qadar, ataukah sebagiannya, yaitu bahwa Allah swt menurunkan pertama kali Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw, yaitu surat Al-‘Alaq ayat 1-5 pada malam Lailatul Qadar?
Dalam sebuah riwayat disebutkan, Ibnu Abbas ra menjelaskan bahwa Al-Qur’an yang diturunkan pada Lailatul Qadar keseluruhannya, baru kemudian secara berangsur diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. (HR. Ath-Thabrani).