NUNUKAN.LK Anggota DPRD Nunukan Andre Pratama kecewa atas fasilitas hunian rumah tinggal hingga gaji diberikan perusahaan kelapa sawit PT SIL – SIP kepada karyawan yang berujung demo dan pemecataan terhadap pekerja.
“Perusahaan ini anti kritik membatasi kebebasan berserikat karyawan. Pemecatan terhadap karyawan bernama Maximus Bana adalah bentuk initimidasi terhadap seluruh buruh,” kata Andre Pratama, Selasa (07/01/2025).
Pernyataan Andre ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) menghadirkan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Nunukan, perwakilan PT SIL-SIP dan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) yang selama ini memperjuangkan keadilan bagi karyawan
Andre menuturkan, ada banyak hal ingin disampaikannya dalam menanggapi pemecatan sepihak perusahaan kepada karyawan berstatus guru dengan alasan, melakukan tindakan kekerasan di lingkungan sekolah di tahun 2023.
Pemecatan Maximus Bana atas dasar pemukulan terhadap anak murid dilengkapi dengan uraian Pasal KUHP tidak rasional karena perkaranya telah diselesaikan secara damai oleh masing-masing pihak.
Baca juga : PT SIL-SIP Nunukan Pecat Guru yang Pimpin Demo di Perusahaan
Munculnya surat tuntutan keberatan dari orang murid di tahun 2024 hanyalah akal-akalan dari perusahaan untuk mencari alasan pemecatan. Perusahaan bertindak melebihi kewenangan seolah-olah aparat hukum yang bisa memvonis perkara pidana.
“Perusahaan itu bukan Pengadilan atau Kepolisian, seolah-olah Maximus tersangka pidana, lagi pula tersangka belum tentu terpidana. Anehnya lagi. pemecatan tidak disertai surat peringatan 1,2 dan 3,” ucapnya.
Sarana rumah hunian atau mess disiapkan perusahaan untuk karyawan sangat tidak layak, bagian teras depan rumah, dinding rumah hingga plafon dan lantai termasuk bagian belakang rumah rusak parah.
Kerusakan rumah karyawan hanya ditutup karung bekas dan seng. Perusahaan juga tidak menyiapkan tandon-tandon penampungan air bersih. Padal perusahan telah berdiri sejak 25 tahun dengan hasil penjualan CPO milyaran bahkan triliunan.
“Maximus dipecat karena kritis memperjuangan nasib karyawan. Ibaratnya kata, perusahaan sengaja pemotong kepala ularnya agar ular tidak dapat bergerak lagi,” ucapnya.
Saksi-saksi keberatan dari orang tua murid terhadap tindakan Maximus hanyalah upaya dari perusahaan melakukan pemecatan sepihak tanpa memperhatikan anjuran Disnakertrans Nunukan yang meminta perkara diselesaikan lewat Hubungan Industrial (HI).
Sehingga wajarlah sejumlah anggota DPRD Nunukan menilai bahwa perusahaan melakukan kriminalisasi terhadap karyawan dengan menyatakan bersalah atas dasar keterangan saksi-saksi yang dipaksakan.
“Jangan membuat skenario seolah-olah perusahaan menjadi korban dan karyawan sebagai penyebab itu. PT SIL-SIP tidak memiliki hati nurasi ke karyawan,” bebernya.
Kemudian, selama 25 tahun beroperasi di Nunukan, PT SIL-SIP sampai sekarang tidak menyiapkan lahan plasma yang seharusnya diberikan kepada masyarakat seluas 2 persen dari luas kawasan perkebunan kelapa sawit
Selanjutnya, berdasarkan catatan Bagian Ekonomi Pemkab Nunukan, PT SIL-SIP selama ini tidak pernah melaporkan Corporate Social Responsibility (CSR) kepada masyarakat maupun lingkungan beroperasinya perusahaan.