“Maximus dipecat karena kritis memperjuangan nasib karyawan. Ibaratnya kata, perusahaan sengaja pemotong kepala ularnya agar ular tidak dapat bergerak lagi,” ucapnya.
Saksi-saksi keberatan dari orang tua murid terhadap tindakan Maximus hanyalah upaya dari perusahaan melakukan pemecatan sepihak tanpa memperhatikan anjuran Disnakertrans Nunukan yang meminta perkara diselesaikan lewat Hubungan Industrial (HI).
Sehingga wajarlah sejumlah anggota DPRD Nunukan menilai bahwa perusahaan melakukan kriminalisasi terhadap karyawan dengan menyatakan bersalah atas dasar keterangan saksi-saksi yang dipaksakan.
“Jangan membuat skenario seolah-olah perusahaan menjadi korban dan karyawan sebagai penyebab itu. PT SIL-SIP tidak memiliki hati nurasi ke karyawan,” bebernya.
Kemudian, selama 25 tahun beroperasi di Nunukan, PT SIL-SIP sampai sekarang tidak menyiapkan lahan plasma yang seharusnya diberikan kepada masyarakat seluas 2 persen dari luas kawasan perkebunan kelapa sawit
Selanjutnya, berdasarkan catatan Bagian Ekonomi Pemkab Nunukan, PT SIL-SIP selama ini tidak pernah melaporkan Corporate Social Responsibility (CSR) kepada masyarakat maupun lingkungan beroperasinya perusahaan.
“Persoalan ini akan terungkap apabila DPRD Nunukan membentuk Panitia Khusus (Pansus), sudah berapa banyak mereka gerogoti hasil di Nunukan,” bebernya.
Andre menuturkan, persoalan karyawan di PT SIL-SIP bukanlah hal sulit apabila perusahaan membuka hati dengan mempekerjakan kembali Maximus dan memperlakukan karyawan dengan baik sebagaimana manusia.
PT SIL-SIP harusnya bisa berkaca pada perusahaan sawit PT NJL dan lainnya yang sangat memperhatikan karyawan. Mess dibangun sangat bagus dilengkapi kasur diganti tiap tahun, air bersih diantarkan ke perumahan
“Persoalan ini akan saya bicarakan Bupati Nunukan baru dan diteruskan ke Gubernur Kaltara, Jangan main-main dengan nasib manusia,” tegasnya