“Dengan melindungi anak dari kekerasan seksual dan TPPO, maka kita sudah meminimalisir terjadinya pelanggaran,” tambah Maryati.
Diakhir paparannya, Maryati berharap semua pihak bisa optimis dalam melakukan penanganan. Polri yang memegang kendali diharapkan menjadi yang utama dalam penegakan hukumnya.
“Masih banyak oknum-oknum mengambil keuntungan dan cukong atau calo ini mencari kehidupan di ruang lingkung kesusahan orang,” bebernya.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DSP3A) Nunukan Faridah Aryani menerangkan pemerintah daerah telah berupa membantu penanganan korban maupun pelaku kekerasan anak.
“Kita sendiri sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 17 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak,” jelasnya.
Selain itu, Pemerintah Nunukan juga memiliki Perda Nomor 16 tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang. Kedua peraturan ini telah disosialisasikan ke sekolah maupun kelompok masyarakat.
Faridah menjelaskan, sebagian besar korban TPPO di Kabupaten Nunukan, merupakan warga luar daerah yang datang ke perbatasan Nunukan sebatas transit untuk berangkat bekerja ke wilayah Malaysia.
“Kebijakan Pemkab Nunukan soal TPPO sangat peduli, kami sering ikut memulangkan korban ke daerah asalnya, meskipun dengan keterbatasan dana,” tuturnya.