“Kita sudah sampaikan undangan ini, tapi pihak perusahaan tidak bisa hadir dan meminta pertemuan dijadwalkan ulang, sedangkan DPRD tidak mungkin membatalkan hering,” jelas Saddam.
Namun begitu, DPRD berjanji akan memperhatikan tuntutan pekerja dengan meminta pihak perusahaan proaktif hadir di pertemuan berikutnya sebab pekerja adalah manusia yang nasibnya harus diperhatikan.
Saddam juga mengkritisi fasilitas rumah penampungan PT SIL-SiP yang tidak layak karena bangunan kayu 3 x 4 meter dihuni untuk satu kerja, terkadang bangunan sekecil itu digunakan untuk 5 sampai 6 orang pekerja.
“Sanitasi air juga sangat buruk, air buangan mandi dan cuci pakaian pengalir ke sumur, air sumur itu lagi dipakai pekerja untuk mandi dan mencuci,” bebernya.
Sementara itu, Kadisnakertrans Nunukan, Masniadi menjelaskan awal persoalan di PT SIL-SIP adalah mogok kerja yang berujung Pemecatan Hubungan Kerja (PHK) kepada Maximus Bana yang juga sebagai ketua KSBSI.
“Saya sudah pernah bertemu GM PT SIL-PIP minta kasus di perusahaan diselesaikan setelah Pilkada agar situasi tetap kondusif, tapi perusahaan berdalih ini keputusan manajemen,” jelasnya.
Disnakertran telah menyampaikan jika perusahaan tetap ingin memecat karyawan agar memenuhi tahapan-tahapan peraturan. Setiap karyawan berhak mendapatkan haknya ketika mendapat PHK dari perusahaan.
Masniadi membenarkan kondisi kamp-kamp penampungan pekerja sangat tidak baik, padahal perusahan sudah bertahun-tahun berdiri, begitu pula sanitasi dan air bersih yang kurang layak digunakan oleh manusia.
“Sudah berapa kali dan bertahun-tahun ada ketidakcocokan antara karyawan dan perusahaan, ada tuntutan hak karyawan tidak dipenuhi perusahaan,” terangnya.