Brigjen Pol Nurul menjelaskan, modus operandi yang digunakan dalam mengirimkan PMI non-prosedural melalui pelabuhan-pelabuhan kecil di wilayah Nunukan, khususnya di perbatasan pulau Sebatik menuju Malaysia.
Adapun biaya dipungut oleh tersangka kepada korban dalam pengiriman CPMI ke wilayah Malaysia, sebesar Rp4,5 juta hingga Rp7,5 juta untuk yang sudah memiliki paspor maupun non paspor.
“Barang bukti yang berhasil kami diamankan masing-masing 14 paspor, 13 unit handphone, 13 tiket kapal, 2 surat cuti dari perusahaan di Malaysia dan 3 kartu vaksin dari klinik di Malaysia,” terangnya.
Dari hasil pemeriksaan terungkap bahwa para pelaku telah melakukan perekrutan dan pengiriman CPMi illegal ke sejumlah wilayah Malaysia melalui perbatasan pulau Sebatik sejak tahun 2023.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 81 jo Pasal 69 Undang – Undang (UU) No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI dengan ancaman penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp15 miliar.
Tersangka juga dapat dikenakan Pasal 4 UU No. 21 Tahun 2007 tentang TPPO dengan ancaman penjara 3 sampai 15 tahun dan Pasal 120 ayat (2) UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan ancaman 5 sampai 15 tahun dan denda maksimal Rp1,5 miliar.
“Maraknya kasus ini menunjukkan adanya keterkaitan kuat antara jaringan perekrut dalam negeri dengan pihak di luar negeri, yang menyebabkan PMI menjadi korban eksploitasi tanpa perlindungan hukum yang layak,” jelasnya.