Penghancuran Rumdis Bupati Nunukan 12 Tahun Lalu Kembali Dipersoalkan

oleh -1,938 views
oleh
Bangunan Guest House yang berdiri di bekas lahan bangunan reruntuhan rumah jabatan Bupati Nunukan

NUNUKAN– Persoalan Rumah Dinas (Rumdis) jabatan Bupati Nunukan, yang dihancurkan tahun 2012 dan berganti dengan bangunan Guest House kembali dipersoalkan anggota DPRD Nunukan, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama instansi terkait.

Ketua DPRD Nunukan Hj. Rahma Leppa mengatakan, sejak dihancurkannya Rumdis Bupati Nunukan di Jalan Ujang Dewa, Kecamatan Nunukan Selatan, Bupati Nunukan tidak lagi memiliki rumah jabatan layaknya wakil bupati maupun sekretaris daerah.

“Kami ingin Bupati Nunukan memiliki Rumdis, tapi keinginan ini sulit karena rumah dinas yang sudah dihancurkan masih tercatat sebagai aset pemerintah dengan kondisi rusak berat,” kata Leppa, Senin (20/05/2024).

Masih tercatatnya rumah dinas yang fisiknya tidak berwujud sebagai aset daerah menimbulkan persoalan, sebab tidak mungkin Pemerintah Nunukan, mengalokasikan anggaran pembangunan fisik dengan judul yang sudah terdaftar aset daerah.

Dari persoalan ini, DPRD Nunukan melihat adanya kejanggalan yang perlu diperjelas dalam pembongkaran rumah jabatan bupati dan pembangunan Guest House di atas lahan bongkaran rumah jabatan pada tahun 2015.

“Tahun 2013 Kejaksaan Negeri (Kejari) Nunukan yang menangani perkara ini menerbitkan Surat Pemberhentian dari Penyidikan (SP3) dengan catatan dapat dibuka lagi apabila ada novum baru,” sebutnya.

Berbekal SP3 itulah, Pemerintah Nunukan di masa pemerintahan Bupati Nunukan H. Basri melanjutkan program kerjanya, dengan tetap membangun Guest House di atas bekas bangunan rumah jabatan yang telah diruntuhkan.

Hingga pembangunan Guest House rampung, gedung berlantai satu tersebut tidak pernah difungsikan sebagaimana mestinya. Ditambah lagi, tahun 2016 LSM Aliansi Masyarakat Nunukan Penegakan Hukum, menemukan adanya kejanggalan terhadap pembongkaran rumah dinas.

“LSM ini melaporkan hasil penelitiannya ke kantor Inspektorat. Kemudian inspektorat melakukan audit pemeriksaan lapangan dengan pemeriksa 13 orang saksi,” terangnya.

Dikatakan Leppa, ringkasan hasil pemeriksaan Inspektorat menuangkan 7 poin yang salah satu adalah, terdapat kerugian keuangan daerah akibat hilangnya aset gedung dan bangunan berupa rumah jabatan bupati senilai Rp 1.036.271.000.

Berdasarkan hasil audit inspektorat pula, Polres Nunukan pernah memanggil sejumlah saksi-saksi terkait dari instansi pemerintah maupun pihak swasta di tahun 2018, namun perkara belum menemukan titik terang.

“Kenapa sudah 12 tahun Bupati Nunukan tidak punya rumah jabatan, karena ada persoalan yang belum clair. Dari awal sudah salah jadi sampai terakhir terus salah,” tuturnya.

Usulan pembangunan rumah jabatan bupati telah dimunculkan sejak tahun 2019 dan terus berlanjut ke tahun 2020 dan 2021, hanya saja, usulan gagal karena pemerintah di tahun itu fokus menangani pandemic Covid-19.

Rapat terakhir DPRD bersama Pemkab Nunukan tahun 2023 kembali membahas pembangunan rumah jabatan yang nantinya akan ditempati bupati hasil Pilkada 2024, dan meminta pemerintah daerah menyelesaikan persoalan status aset.

“Persolan ini tidak ada tendensius ke politik, kita ingin bupati baru nanti memiliki rumah dinas karena rumah dinas bagian dari ikon daerah,” tutupnya.