Warga Sebatik Barat Keluhkan Truk Angkutan Pelajar yang Kondisinya Memprihatinkan

oleh -2,372 views
oleh
Truk yang digunakan mengangkut pelajar SD. SMP dan SMA di Sebatik Barat (Istimewa)

NUNUKAN.LIPUTAN.KALTARA – Warga Kecamatan Sebatik Barat, meminta Pemerintah Kabupaten Nunukan, melakukan peremajaan terhadap truk angkutan pelajar yang kondisinya memprihatinkan bagi keselamatan penumpang.

“Truk pelajar sudah berusia belasan tahun dan kondisinya sangat memprihatinkan. Permintaan masyarakat ini disampaikan berulang kali dalam pertemuan reses dewan,” kata Anggota DPRD Nunukan Andre Pratama, Minggu (21/04/2024).

Masyarakat menilai kondisi truk pelajar yang mulai beroperasi sejak tahun 2012 untuk wilayah Kecamatan Sebatik Barat, sangat membahayakan bagi pelajar karena secara fisik dan performa kendaraan tidak layak memuat banyak orang.

Keberadaan truk pelajar sangat dibutuhkan pelajar remaja yang belum memiliki SIM dan layak berkendara, begitu pula bagi pelajar SD dan SMP yang domisili rumahnya berjauhan dengan lokasi sekolah.

“Saya istilahkan truk angkutan pelajar itu zaman kolonial. sangat tidak layak dan membahayakan orang, coba bayangkan kalau tiba-tiba remnya blong,” sebutnya.

Terhadap aspirasi ini, Andre mengaku pernah menyampaikan keinginan masyarakat tersebut kepada pemerintah daerah, namun usulan tidak ditanggapi karena dipandang bukan kebutuhan mendesak atau tidak masuk skala prioritas.

Padahal, truk angkutan pelajar secara tidak langsung dapat mengurangi pelajar SMP dan SMA untuk tidak berangkat ke sekolah menggunakan kendaraan sendiri dengan alasan belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM).

“Maksud saya begini, untuk remaja SMP dan SMP belum memiliki SIM, dengan adanya truk pelajar yang layak tentu akan meminimalisir kecelakaan lalu lintas karena mereka tidak membawa motor,” ujarnya.

Tidak hanya soal kondisi truk angkutan, anggota DPRD asal Sebatik ini menyampaikan rasa keprihatinannya dengan penghasilan diperoleh supir truk pelajar yang tiap bulan hanya menerima Rp 800.000, besaran gaji tersebut sangat tidak sebanding dengan resiko pekerjaan.

Dalam situasi harga barang kebutuhan rumah tangga serba mahal, penghasilan Rp 800.000 jauh dari kata cukup, apalagi jika dilihat dari tingkat kesulitan kerja yang mengharuskan seseorang sehat ataupun sakit tetap harus kerja.

“Kasihan tiap hari kerja honornya cuma Rp 800.000, mereka menyampaikan keluh kesah tidak seimbangnya resiko kerja dengan penghasilan,” tuturnya.